Ribuan raga baring di bumi
memanggil kawan dari bawah kaki
jiwanya… dulu… menjemput mati
lukanya saksi tikaman belati
darahnya jatuh membentur prasasti
membentur kerasnya prasasti… di dalam hati
…
Prasasti hitamnya hari
Terlalu dalam menusuk
ngilunya berat, sakitnya seribu orang yang mati
Prasasti hitamnya hari
Terus lekat...
pada jiwa tak takut mati
pedihnya serat, apinya seribu orang pendiri
Prasasti hitamnya hari
Dulunya nekat... menyisakan ngeri...
raganya sekarat, senangnya seribu kali pesta sehari
Ketika itu, puncak nafas telah terlewat batas
tiada karma tapi sengsara
masih ber – urat serasa terikat
dan kala itu,...
puncak nafas benar-benar telah terlewat batas
warna hati seketika menjadi api
menyulut nadi-nadi untuk berdiri
menggerakkan urat menggenggam belati
berbaris rapi merampas kembali harga diri
dan berkata,” kami siap menjemput mati”
...
Hingga akhir, semua ini...
tersisa raga tertusuk duri
kan berdiri
tak sanggup lagi...
hatinya miris melihat negri
tangisnya bercucur dengan mata menyakitkan hati
jatuh....
mengendap di dasar prasasti
”kenapa begini... saat ini...!”
Dan aku, hanya tahu
warisan prasasti yang begini
terus disini
bercerita hari-hari
tertulis darah anak negri
tanpa sadar...
bahkan tak pernah sadar!
ada lubang kecil di dasar prasasti
prasasti tentang negri
Ia di hati...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar