Kamis, 29 Januari 2015

Shift+drag

Minggu-minggu ini, saya balik lagi ke studio untuk memulai kerja rutin lagi guna mengisi buku tabungan yang makin menipis.

Saya heran sama shiro sama yang lainnya juga, cuman sekitar 2 bulan saya tinggal liburan skill mereka bertambah ngawu-ngawu plus ngafu2. Entah bagaimana mereka belajar, mungkin karena sering2nya lembur.

Bagi saya yang beranggapan peningkatan skill itu taji, mau gak mau ikut kebakar semangatnya. Akhirnya beberapa hari sebelum projek di mulai saya mulai rajin liat referensi, atau cuman sekedar baca ulang tips trik orang-orang handal, yang lebih keren lagi saya berencana ikut kursunya rongan arau Rini Sugiarto.

Beberapa hari terlewat, saya yakin ada sedikit peningkatan dalam memahami gerak dan impact. Sampai akhirnya saya aplikasikan di bagian shot yang saya terima minggu ini. Hingga suatu ketika

"mas tolong di cek" (maksudnya hasil kerjaan saya)
"oh udah bagus itu tinggal sedikit lagi"

akhirnya saya benerin sana sini biar lebih bagus
"mas tolong di cek lagi"
"oh iya" katanya
terus ngambil kursi ke komputer saya, tekan shift terus drag semua key yag udah saya buat, lalu Delete.

beberapa menit dia ngutak-ngatik kerjaan saya, akhirnya jadi.
"udah kirim yang ini aja, tadi kok di revisi malah makin jelek ya.

plak.... itu tadi kerjaan seharian cuman selesai beberapa menit sama lead..

Rasanya jadi sedikit suntuk.

Di Belakang layar
Belakang layar pembuatan animasi itu cukup ribet, untuk seharian (animasi serial televisi) masing-masing animator itu paling banyak ngerjain 200an frame kali, kadang 50 kadang 80 frame. tergantung kerumitan, mungkin aja pengerjaannya bisa lebih cepet atau lebih lama.

25 frame untuk setiap detik
Setiap satu detik bisa di hitung 25 frame, jadi kalo 10 detik itu 250 frame kalo satu menit berapa? satu jam berapa? Patokan ini biasanya berlaku di dunia perfilman baik animasi maupun live shot.

Setiap key yang animator biasanya itu berkisar 10 frame untuk gerakan lambat, 4 frame lumayan cepat, kadang bahkan 2 sampai 1 frame untuk memperhalus gerakan. Kerjaan seorang animator itu ya cuman nge key aja, ngunci setiap pose ke pose satunya, kemudian di diantaranya d kasih kuci lagi untuk memperhalus.

Jadi kira-kira untuk membuat gerakan doang, yang sepanjang 30 menit itu memerlukan kurang lebih 10 hari ( rough animation, belum final animation) dengan tenaga 100an animator. ini berlaku buat tayangan televisi sih bukan buat the movie, karena pastinya pengerjaannya lebih lama lagi.

10 hari sebenernya bukan apa-apa, pada kenyataannya masih ada proses rendering, editing, supervisi dari klien. Kalau di kalkulasikan seluruh produksi mungkin ada sebulanan kali ya :D.

Jangan bosan-bosannya dukung animasi lokal :D hahaha.
-.-
sayangnya saya ga buat animasi lokal sih ya, ya sudah lah.

Jumat, 02 Januari 2015

Jalan Malam di Pontianak

Minggu pertama saya pulang ke Pontianak adalah yang paling berkesan. Ada banyak wajah pontianak yang berubah, mulai dari alun-alun sampai pelebaran jalan, dari daerah yang  masih sepi hingga sekarang lumayan rame untuk melakukan tranksaksi perdagangan, secara tidak langsung saya menyukai suasana ini. Suasana kota tempat saya lahir terasa lebih hidup "ya itulah yang saya pikirkan".

Sesekali saya juga minta di ajak kawan lama jalan-jalan malam. Mulai dari tempat nongkrong malam (Kafe pinggir jalan) yang biasanya relatif bebas untuk nongkrong anak muda dengan beberapa pria-wanita paruh baya. Sampai tempat-tempat lain yang tak pernah saya pikirkan sebelumnya, yah terbesit pun tidak.

Kafe Malam Pinggir Jalan
Kafe malam biasanya hampir mirip "angkringan" di daerah jawa tengah atau DIY hanya saja konsepnya lebih modern lebih mirip diskotik tapi hanya tempat buat nongkrong, dengan lagu yang biasa di putar di diskotik dan menjual beberapa minuman dan makanan sebagai menu. Sepanjang jalan utama di pontianak banyak bertebaran.

Tidak bisa di bilang murah ya, tapi harganya sepadan dengan tempat yang diberikan untuk bercengkrama. Ketika pertama kali datang ada wanita lumayan cantik menyapa, saya  kira umuran emak-emak lah 35an "Pesan apa pren" katanya dengan sapaan akrab, Menu diberikan kita tinggal memilih.

Konsep nongkrongnya kental, yang paling banyak di jual di sini biasanya minuman dan rokok. Saya cukup pesan susu milo aja, kebetulan bukan perokok yang aktif ya.:D.

Boleh di bilang sih, rata-rata pengunjung bisa dibilang bukan orang baik (kecuali saya hehehe :D) tempat ini biasanya tempat ngumpul om2 sama tante2 juga. Bahan omongan juga relatif kasar ya dan kata "tabu" sepertinya hal biasa di sini. Tak jarang alkohol juga ada, walau pemilik kafe tidak menjualnya, mereka juga tidak melarang pembeli membawa sendiri bahkan kadang malah di ajak minum.

Kami cuman membeli minuman kecil saja mas mbak. Saya jelas gak mau ikut yang begini-beginian hahahaha :D, pencitraan anak baik gw keren jg.

Kafe terapung
Di lain malam saya memaksa teman minta di ajak ke kafe terapung. Dalam benak saya kata terapung itu lebih seperti kapal yang di jadikan kafe untuk bersantai sambil menikmati indahnya sungai kapuas.

Sekali saya datang, dalam hati saya kaget bukan kepalang. Boleh saya bilang, kalau di lihat dari luar itu lebih mirip diskotik atau rumah prostitusi. Lampu neon merah, biru, hijau lebih terlihat seperti tempat mesum ketimbang tempat bersantai.

Whatever...
Mungkin penampilan luar tak memperlihatkan yang sebenarnya bukan "Don't judgebook by the cover", saya melangkah masuk, sialnya....

Ini jelas bukan tempat baik, "diatas ada tempat juga is" kata teman saya "kalau bawa cewek bolehlah ke atas" katanya ketawa. Akhirnya kami berempat memutuskan duduk di bawah dekat sungai kapuas. Saya duduk, sambil bercengkrama sesekali teman saya menggoda wanita yang lewat, saya hanya ketawa.

Lagi-lagi di sini saya pesan milo.

Rata-rata yang saya lihat, mereka umumnya dating atau dalam tahap PDKT, gaya kota ceweknya saya gak nahan, lipstik bedak, eye shadow, bisa di bilang norak. Ini jadinya kalau berdandan tanpa mempertimbangkan kata pantas, menurut saya sih. yang jelas biasanya, mereka yang dandannya over itu masih dalam tahap PDKT.

Ya sudahlah, saya nikmati aja suasana malam ini.

Baci-banci mencari pelanggan
Oke, beberapa waktu bisa di bilang saya agak pulang malam, benar-benar malam sih, ya walau tidak sering. Gak enak juga bahas yang beginian di blog tapi apa salahnya berbagi sedikit dinamika masyarakat di Pontianak.

Dulu saat saya kecil, hal menyenangkan terbilang aneh yang saya lakukan adalah mengganggu banci di malam minggu. Tak pelak kadang ada adegan keja-kejaran.

sekarang saat saya melewati perjalanan pulang dari arah alun-alun pontianak ke arah pelabuhan pontianak, banyak banci-banci bertebaran. Awalnya saya kira itu wanita tulen ya, dress cara jalan dan rambut benar-benar menyerupai asli, sedihnya ini adalah kw super ckckckck.

Sekali lagi kalo menemui gerombolan seperti ini lebih baik abaikan saja, abaikan kawan, jika terpaksa berbicara, jawab saja alakadarnya dan jangan menghina. Bisa-bisa besok kamu masuk koran kota.

Entah alasan apa yang membuat pontianak banjir banciyang jelas dalam teori ekonomi "Penawaran itu selalu ada ketika ada permintaan".

Korem, Alun-alun pontianak

Saat menjelang malam sampai kira-kira tengah malam. Korem biasanya menjadi beberapa tujuan utama area jalan-jalan keluarga maupun dating.  Banyak pedagan kaki lima di sini.

Sayangnya saat saya sampai di sini, semua penjual sudah siap-siap menutup toko mereka. Perahu dari sebrang datang, menambat disamping, dan penjual bakso yang sudah menata kursi-kursi mereka menurunkannya. saya kira mereka orang sebrang sungai.

Sambil membereskan barang-barang, ada anak reggae yang berkumpul dan bernyanyi di sana, lumayan enak untuk menikmati sungai kapuas malam hari.

Yah mungkin sekian dulu, saya ngantuk hahahaha. Itu pontianak saat malam, di luar itu semua saat siang ada beberapa tempat yang bagus dan bisa direkomendasikan untuk keluarga.