Selasa, 22 November 2011

Kerinduan di Ujung Hati

Ingin kurasakan lagi, percik-percik keharuman Pontianak di pagi hari. Rasa rindu, telah lama menunggu untuk menghirup kembali kesan-kesan persahabatan yang pernah ada dihidup ini. Ingin kulihat, peti kemas besar dipelabuhan yang seakan muram menanti rindu datangnya pemuda. Jalan-jalan itu mungkin saja masih sama seperti dulu, berlubang tak karuan yang akhirnya hanya meninggalkan perkara dari tahun-ketahun. Semuanya ingin kurasakan lagi.
Mungkin saja ini sekedar bayangan, bangkit satu-persatu memakan kenyataan. Aku diam, melamun, mataku terpaku tenang pada jendela di ujung jari tanganku, perlahan meraba rindu memasuki rasa hati yang seakan terpantul pada setiap perjalanannya. Bis Solo-Semarang melaju tanpa pikiran, bagai melayang cepat menembus rintangan tak menghiraukan sedikitpun pantangan kecepatan yang tertempel dimana-mana, 'BILA SOPIR UGAL-UGALAN HUBUNGI KAMI' sesaat HP ditangan siap saja menyampaikan keluhan, tapi hati ini dipenuhi perasaan tak tega membayangkan makian kasar bosnya nanti. "Ah sudahlah, biar saja untuk hari ini" Ujarku dan guncangan mengerikan ini lah yang kembali menginatkanku pada tanah kelahiranku itu.
"Kretak...tak...tak...krek...kek kek GUAR!!!"
"Astaghfirullah!" Nona cantik di bangku depan kaget.
Penumpang mulai berbisik-bisik, ada pula yang siap membawa tasbih membaca asma-asma. Nyaris saja maut merampas hidup, badan kanan bis menyerempet truk, hampir juga nyawa ini habis perkara didunia, sudah lagi kepala tak mampu membayangkan ngerinya tubuh yang yang tercecer di sana-sini padahal tanda pengenal tak satupun kukantongi, jadilah aku masuk daftar orang hilang tak pernah pulang. "Srek...srek ..tok tok...kretek", kaca jendela yang kusentuh retak habis kesrempet badan truk. Lega rasanya bila dapat segera turun sebentar lagi.
Hampir mati, hampir mati, teringat lah aku pada kecelakaan truk di Pontianak dulu. Saat itu hampir saja permen yang kumakan terbuang, truk penyok dengan badannya yang hancur lebur, pasir yang dibawanya berhamburan menutupi oplet1 yang akhirnya tertulis kabar keesokan harinya dikoran kota 'SUPIR TRUK LUKA-LUKA, SUPIR OPLET BESERTA PENUMPANG MATI TERTIMBUN PASIR'. Ngeri, malamnya aku tak mau ke kamar mandi sendiri, berkali-kali terbangun dipermainkan imajinasi akhirnya beberapa hari sakit tak masuk sekolah. Seram, seram, seram, lebih seramnya lagi nyawaku yang hari ini benar-benar akan mati.
Nyaris mati itu biasa, nyawa hilang pun itu sudah biasa, tapi mati tanpa perkara jelas itu kebeodohan yang luar biasa. Jika nanti menghadap tuhan bagaimana mungkin dapat menaruh muka, Ia bertanya "hai kau mati karena apa?", mana mungkin jawabku nanti "tak sengaja mati Tuhan" sungguh malu luar biasa.
Hari semakin panas, jalanan gunung menurun terlewat, nafas ini semakin naik turun kehausan. Pedagang asongan tadi pun pikir- pikir mau naik melihat penyok di badan bis, sepertinya mereka berbisik-bisik, sesekali melotot miris akhirnya pun tak mau naik. Sialan sekali supir bus ini, jantannya kelewat batas, masih saja ia sempat merokok santai gudang garam turun membeli sebotol air mineral mungkin tadi ia pun sebenarnya hanya bercanda dengan malaikat maut saja dan akhirnya ia tertawa lepas. Supir sialan.
Dulu pernah begini, tapi tak termasuk serempetan bisnya. Perjalanan dari pontianak menuju sambas, kampung halamannya bapak. Walau tak seseru saat ini tapi menyenangkan, panasnya lebih lagi tapi helusan anginnya tentram. Sampai tengah hari sopir berhenti di rumah makan daerah singkawang, bis berhenti seketika pedagang naik rebutan, "kedondong... kedondong... kedondong..." katanya, nah pastilah buah ini ku beli, manis asin pedas tambah lagi dingin, wah nano nano rasanya enak melepas kering tenggorokan. Ditambah lagi harganya tak terlalu mahal, malah bisa di tawar lima ribu dapat tiga. Tapi hari ini semua itu hanya halusinasi, parahnya lagi aku benar-benar haus sekali.
Waktu berjalan agak lama tapi kasak-kusuk penumpang hampir tak terdengar lagi, tanda-tanda kecemasan pun tampaknya sudah hilang. Beberapa mulai tertidur lelap, entah karna kelelahan atau kecemasan tak berujung berharap saat bangun sudah benar-benar berada di surga. Di jembatan penyebrangan tadi harusnya aku turun, tapi untuk sementara aku ingin main dulu di Solo Grand Mall, entah menontoh, jajan atau sekedar duduk saja itu tak masalah, ingin saja menenangkan diri yang sudah terlanjur bersemangat bertemu sanak keluarga.
Sebenarnya sejak kemarin aku berada di semarang lebih tepatnya lagi menginap dipelabuhan tanjung mas. Kapal harusnya berangkat pagi ini, saat keluar dari wc orang-orang keluar berhamburan "Pemberangkatannya diundur mas" kata ibu-ibu penjaga warung di pelabuhan, suara petugas pelabuahan pun terdengar nyaring "kepada seluruh penumpang KM. LEUSER jurusan semarang-pontianak, dikarenakan ada beberapa kendala dalam pemberangkatan kapal......". Hati langsung lemas, duduk sejenak melamun, tanpa pikir panjang kotak besar berisi dagangan dan pakaian kau titipkan di warung, kukasih sepuluh ribu "buk nuwun sewu nggeh niki kulo nitip barang, mengke kulo pendet kamis" 2 dengan bahasa jawa yang masih kaku. Barang sudah aman segera saja pulang, pak faisal tukang ojek kenalan bapak berkenan mengantar langsung ke bis semarang solo.
Ingat rangkapan kejadian masa lalu rinduku, kupendam tenang dengan duduk santai dekat studio 2. "Tenang jak bi, tinggal beberape hari agik bah. Tadak, kite tadak langsung balek ni kite nonton filem lok ye di SGM"3 jawabku ketika menelpon bapak.
1Oplet: Sebutan angkutan umum di Pontianak
2Percakapan dalam bahasa jawa halus dalam percakapan Bahasa Indonesia “Mohon maaf ya bu, ini saya nitip barang, nati saya ambil kamis”
3Percakapan dalam bahasa melayu Pontianak dalam Percakapan Bahasa Indonesia “Tenang saja bi, tinggal beberapa hari lagi kok. Enggak, saya enggak langsung pulang ini saya nonton filem dulu di SGM”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar